Stabat – Siswa kelas XIII PABAKU RP (14) mengaku dihukum gurunya berinisial AS, Selasa (21/5/2024) karena telat mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Ia dan tiga teman sekelasnya, disuruh AS lompat jongkok (Squat Jam) 150 kali. Akibatnya, kaki yatim piatu ini kram dan sulit berjalan.
Hal ini disampaikan RP dan Tono, abag iparnya, saat membuat laporan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Langkat, Senin (27/5/2024) siang. RP mengaku, belum berani masuk sekolah karena masih trauma.
“Waktu itu disuruh pak AS squat jump, karena kami terlambat ngerjakan PR. Kami ada tiga orang yang kena hukum. Cuma kawan ku yang lain sanggupnya sampai 100 kali,” kata PR, sembari menirukan bentuk hukuman yang mereka alami.
Saat mereka menjalani hukuman terebut, AS sempat mengawasi. Namun tak berselang lama, Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) dan Matematika ini pun keluar ruang kelas.
Sembari dihitung siswi sekalas RP, mereka tak berani menghentikan squat jump yang dibebankan AS. Namun tiga teman AS hanya mampu sampai dihitungan 100 karena letih. Bercampur rasa takut, RP meneruskan hukuman itu hingga tuntas.
Alhasil, kaki RP megalami kram dan sulit berjalan. “Rasanya pegal. Pas pulang sekolah sakit kaki ku untuk berjalan. Besoknya aku gak bisa sekolah, karena kaki ku masih sakit,” tutur RP.
Tono, menerangkan, ia curiga dengan adik iparnya itu yang terlihat pincang saat berjalan. Saat ditanya, RP mengaku kalau dirinya dapat hukuman squat jump sebanyak 150 kali.
“Saat itu langsung ku panggil tukang kusuk. Takut juga kalau kaki adik iparku kenapa-kenapa. Saat dikusuk pun dia (RP) terlihat kesakitan. Aku gak terima kalau iparku diperlakukan seperti itu,” kesal Tono.
Tono berharap, agar tidak ada lagi peristiwa serupa yang dialami siswa lainnya di sekolah tersebut. Hingga kini, adik ipar Tono belum berani masuk ke sekolah karena masih trauma.
Penasihat hukum RP menerangkan, AS malah menantang agar peristiwa tersebut dilaporkan ke Mapolres Langkat. Kesannya, tak ada sedikit pun rasa bersalah dari AS atas perbuatannya kepada siswa di sekolah itu.
“Besok kita akan mendampingin korban ke Polres Langkat. Dia merasa masih dalam batas wajar. Menurut kami, itu telah terjadi tindak pidana terhadap anak. Karena tidak hanya fisik, kekerasan terhadap psikis anak saja bisa dikategorikan tindak pidana terhadap anak,” tegas Syahrial.
Pihak sekolah belum memberikan keterangan terkait peristiwa tersebut. Nila, Kepala Sekolah SMP PABAKU belum membalas konfirmasi yang dikirim via pesan WhatsApp-nya. (Ahmad)